Selasa, 31 Agustus 2010



Benteng Madang
Saat ini Benteng Madang telah ditata dan direnovasi oleh Pemda HSS dengan anak tangga lebih dari 400 buah dan dapat dijelajahi dengan menggunakan mobil dengan jarak ± 8 Km dari Kota Kandangan.
Riwayat Benteng Madang
Tumenggung Antaluddin adalah seorang panglima perang dalam Perang Banjar dengan pusat perjuangan di kawasan Gunung Madang di kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Pada masa itu Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman meminta kepada Tumenggung Antaluddin untuk membuat benteng pertahanan di Gunung Madang. Pasukan Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman dan pasukan Tumenggung Antaluddin terkumpul di sekitar benteng ini pada bulan September 1860.
Pertempuran Gunung Madang 3 September 1860.
Persiapan benteng pertahanan di Gunung Madang ini diketahui oleh Belanda sehingga datanglah serangan pasukan Belanda secara mendadak pada 3 September 1860, sementara benteng belum selesai dibangun. Serdadu Belanda menyelusuri kampung Karang Jawa dan Ambarai dan langsung menuju Gunung Madang. Serdadu Belanda terkejut, ketika baru mendekati bukit itu serangan mendadak menyebabkan beberapa serdadu Belanda tewas. Sekali lagi serdadu Belanda mendekati bukit tetapi sebelum sampai serangan gencar menyambutnya, sehingga tentara Belanda mundur kembali ke benteng Amawang.
Pertempuran Gunung Madang 4 September 1860
Keesokan harinya tanggal 4 September 1860 pasukan infantri dari batalyon ke-13 mengadakan serangan kedua kalinya. Serdadu Belanda ini dilengkapi dengan mortir dan berpuluh-puluh orang perantaian untuk membawa perlengkapan perang dan dijadikannya umpan dalam pertempuran. Serdadu Belanda melemparkan 3 biji granat tetapi tidak berbunyi, dan disambut dengan tembakan dari dalam benteng Gunung Madang. Di dalam benteng Gunung Madang terdapat pula beberapa orang perantaian yang lari memihak pasukan Pangeran Hidayatullah ketika terjadi pertempuran di Pantai Hambawang yang terjadi sebelumnya. Ketika Letnan de Brauw dan Sersan de Vries menaiki kaki Gunung Madang, dia hanya diikuti serdadu bangsa Eropah sedangkan serdadu bangsa bumiputera membangkang tidak ikut bertempur Letnan de Brauw kena tembak di pahanya, dan 9 orang serdadu Eropah terkapar kena tembak dari arah dalam benteng. Setelah Letnan de Brauw kena tembak, serdadu Belanda mundur dan kembali ke benteng di Amawang. Serangan ketiga dilakukan beberapa hari kemudian setelah Belanda memperoleh bantuan dari Banjarmasin dan Amuntai.
Pertempuran Gunung Madang 13 September 1860.
Pada tanggal 13 September 1860 Belanda melakukan kembali serangannya terhadap benteng Gunung Madang. Serangan ini dipimpin oleh Kapten Koch dengan perlengkapan meriam dan mortir. Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin mempersiapkan menunggu serangan Belanda sedangkan Pangeran Hidayatullah mengatur strategi untuk menghadapinya. Pertempuran ini terjadi dalam jarak dekat, tetapi Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin dengan gagah berani menghadapinya. Ketika bunyi senapan dan meriam bergema, tiba-tiba roda meriamnya hancur kena tembakan. Kapten Koch mempertimbangkan untuk mundur kembali ke benteng Amawang. Kegagalan serangan Kapten Koch ini tersebar sampai ke Banjarmasin, sehingga G.M. Verspyck memerintahkan Mayor Schuak menyiapkan pasukan infantri dari batalyon ke 13 yang terdiri dari 91 opsir bangsa Eropah.
Pertempuran Gunung Madang 18 September 1860
Pada tanggal 18 September 1860 Mayor Schuak membawa pasukan dengan dibantu Kapten Koch menyerang Gunung Madang. Belanda membawa sebuah howitser, sebuah meriam berat dan mortir. Menjelang pukul 11.00 siang hari Demang Lehman memulai menyambut serdadu Belanda dengan tembakan. G.M. Verspyck yang berani mendekati benteng dengan pasukannya, kena tembak oleh anak buah Tumenggung Antaluddin, akhirnya mengundurkan diri membawa korban. Selanjutnya Kapten Koch memerintahkan memajukan meriam. Dengan jitu peluru mengenai serdadu pembawa meriam itu, dan jatuh terguling. Setelah pasukan meriam gagal, dilanjutkan dengan pasukan infantri mendapat giliran maju. Kapten Koch yang memimpin pasukan infantri maju, kena tembak di dadanya dan jatuh tersungkur. Dengan jatuhnya Kapten Koch tersebut serdadu Belanda menjadi bingung dan kehilangan komando. Mereka dengan bergegas menggotong mayat Koch dan berlari meninggalkan medan pertempuran, langsung mengundurkan diri kembali ke benteng Amawang. Setelah serangan keempat ini gagal, Belanda mempersiapkan kembali untuk penyerangan yang kelima Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin juga mempersiapkan siasat apa yang diambil untuk menghadapi serangan secara besar-besaran keluar dan tidak terpusat bertahan dalam benteng saja. Demang Lehman mendapat bantuan dari Kiai Cakra Wati pejuang wanita yang selalu menunggang kuda yang berasal dari daerah Gunung Pamaton (Distrik Riam Kanan).
Pertempuran Gunung Madang 22 September 1860
Serangan kelima terjadi pada tanggal 22 September 1860. Belanda mempersiapkan dengan teliti, belajar dari kegagalan empat kali penyerangannya. Belanda mempersiapkan mendirikan bivak-bivak dan perlindungan pasukan penembak meriam dengan sistem pengepungan benteng Gunung Madang. Pertempuran baru terjadi keesokan harinya dengan tembakan meriam dan lemparan granat. Pada pagi hari itu pertempuran tidak begitu seru, tetapi menjelang pukul 11.00 malam hari, tiba-tiba Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin mengadakan serangan besar-besaran dengan meriam dan senapan. Tembakan itu terus menerus bersahutan sampai menjelang subuh. Karena serangan yang gencar itu Belanda kehilangan komando apalagi malam hari yang gelap gulita. Pasukan Belanda kocar-kacir. Situasi yang tegang ini dipergunakan Demang Lehman dan Tumenggung Antaluddin beserta pasukannya keluar benteng dan menyebar keluar meninggalkan benteng, dan selanjutnya berpencar. Kiai Cakrawati meneruskan perjalanan ke Gunung Pamaton yang kemudian terlibat pula dalam pertempuran di Gunung Pamaton. Alangkah kecewanya Belanda ketika dengan hati-hati memasuki benteng untuk menghancurkan kekuatan Demang Lehman dan pasukannya ternyata benteng sudah kosong, hanya ditemukan satu orang mayat yang ditinggalkan.
ini adalah tugu kota KANDANGAN

KATUPAT KANDANGAN

Makanan khas kota KANDANGAN



Kota Kandangan terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan... Di daerah Kabupaten HSS (Hulu Sungai Selatan)... Kandangan termasuk daerah banua lima seperti Rantau,Barabai,Amuntai,Tanjung... Diantara itu Kandangan adalah kota terkecil dan tertua se Banua lima luas wilayah 1.804.92 km2 dan kepadatan penduduk 108 jiwa per-km2... Kandangan mempunyai tempat wisata yang terkenal di Indonesia bahkan Mancanegara yaitu Loksado... Banyak orang asing dan lokal berwisata disana karena selain memanjakan mata dengan gunung-gunung indahnya... Loksado juga terdapat pemandian air panas(Tanuhi) dan air terjun kecil yaitu Air terjun haratai... disana juga kita dapat permainan yang mengasyikan yaitu permainan Bambu Ranting yang mengarungi sungai yang cukup deras dan bersih... Bambu ranting sama seperti permainan Arung Jeram bedanya adalah bambu ranting memakai bambu yang sejajarkan dengan bambu lainnya lalu diikatkan... Udara disana sejuk dan bersih karena terdapat pohon-pohon yang rindang dan jauh dari polusi... Selain itu,Kandangan mempunyai Makanan khas yang enak dan lezat yang tidak kalah dengan makanan khas kota lainya yaitu Ketupat Kandangan dan dodol kandangan... Karena itu, Kandangan dijuluki dengan kota dodol...Welcome in Kandangan City